Bekal Menghadapi Puasa Jasmani dan Rohani di Bulan Ramadhan, laporan kontributor PWMU.CO Gresik Fatma Hajar Islamiyah.

PWMU.COMugeb Islamic Center (MIC) memotori kegiatan peningkatan kualitas ibadah seluruh guru dan karyawan Mugeb Schools dengan menggelar Kajian Pra-Ramadhan, Sabtu (26/3/22). Tepatnya, tujuh hari menjelang Ramadhan 1443 H.

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Dr Syamsudin MAg mengupas kajian bertajuk ‘Bekal Muslim Menuju Ramadhan’ di Cordoba Convention Hall SMA Muhammadiyah 10 GKB (Smamio) Gresik.

Syamsudin membuka kajiannya dengan menegaskan pentingnya bersiap menyambut bulan yang mulia. “Mencapai kemuliaan Ramadhan bergantung pada bekal dan kesiapan seseorang dalam menyongsong Ramadhan,” tegasnya.

Syamsudin mengapresiasi Mugeb Schools sebagai sekolah dengan bermiliar inovasi. “Sudah memulai menyiapkan hal-hal penting menyambut Ramadhan,” ujarnya.

Dr Syamsudin M Ag saat menyampaikan materi dan Hasan SPd sebagai moderator. Bekal Menghadapi Puasa Jasmani dan Rohani di Bulan Ramadhan (Dokumentasi Mugeb Islamic Center)

Pentingnya Puasa Ramadhan

“Akal manusia tidak punya kewenangan untuk melawan wahyu, tetapi akal memiliki kewenangan untuk memahaminya, diterjemahkan dan diamalkan,” kata Syamsuddin.

Syamsuddin mengutip pesan Allah tentang puasa Ramadhan dalam al-Baqarah: 183. “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Turunnya ayat tersebut menegaskan puasa Ramadhan khusus bagi orang-orang yang beriman. Sebab, orang-orang Yahudi sempat mengklaim agama Islam meniru kebiasaan mereka berpuasa.

Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu meluruskan, “Apabila orang-orang atau kaum sebelumnya melaksanakan puasa, maka itu berbeda dengan praktik puasa Ramadhan yang disyariatkan bagi orang yang beriman!”

Dalam konsep Islam, sambungnya, agama bersifat revolutif. Sejak zaman Nabi Adam AS hingga Muhammad SAW, syiar agama memiliki prinsip yang sama, yaitu tauhid.

“Sebagaimana perintah shalat, yang pada masa dakwah Nabi Musa diperintahkan 50 rakaat kemudian bagi kaumnya Nabi Muhammad adalah 5 rakaat. Keduanya setara, berevolusi dari 50 menjadi 5 rakaat,” terangnya.

Begitu pula dengan puasa-puasa yang kaum sebelumnya jalankan. Tentu puasa Ramadhan memiliki kekhususan implementasi dari apa yang khusus Allah anjurkan bagi orang beriman.

Kekhususan dalam puasa Ramadhan, kata Syamsudin, memiliki nilai penting. Yaitu ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT guna mencapai ketakwaan.

Jadikan Momen Perubahan

Syamsudin menyatakan, manusia terlahir sebagai makhluk dengan aspek jasmani (lahiriah) dan rohani (batiniah) yang melekat dalam dirinya. Keduanya sama-sama membutuhkan nutrisi. “Tentu cara pemberian asupan nutrisi bagi tubuh secara lahir berbeda dengan batin,” ujarnya.

Dia menegaskan, puasa Ramadhan salah satu sumber asupan nutrisi bagi lahir dan juga batin manusia. Secara lahir tampak dari keteraturan pola makan yang menjadi rukun puasa Ramadhan. Tetapi secara batin berwujud abstrak dan memerlukan sudut pandang yang luas.

Memahami puasa Ramadhan jika dipandang sekilas tampak sekadar menahan lapar, dahaga, dan aktivitas yang sia-sia. Tetapi orang-orang yang paham filosofinya—matang tingkat kedewasaannya—akan mampu memaknai ini sebagai momen perubahan.

Syamsudin menyadari manusia memiliki fase-fase tertentu dalam proses hidupnya. “Apabila ia telah mampu memaknai suatu ibadah sebagai kenikmatan dan kebaikan bagi dirinya maka itulah fase kedewasaan dalam berpikir,” terangnya.

Syamsudin menjelaskan, saat sedang berpuasa Ramadhan, hal-hal yang mungkin bagi sebagian orang berlawanan dengan keumuman yang ada, akan berbeda makna bagi mereka yang matang dalam berpikir.

Contohnya, orang cenderung merasa lapar saat puasa. Kondisi ini secara umum akan mudah memantik kemarahan. Tapi berbalik maknanya saat puasa Ramadhan. “Kita dilarang marah, emosi, dianjurkan untuk sabar,” ungkapnya.

Kedua, misal memiliki kesempatan untuk balas dendam, tetapi menahan dan tidak melakukannya. Justru memilih memaafkan orang yang telah menyakiti hati. Itulah kondisi yang menurutnya harus dipersiapkan dengan kematangan pribadi dewasa.

Antarkan Kedewasaan Spiritual

Syamsudin mengingatkan, berpuasa tidak serta-merta menjalani ibadan batin untuk menahan diri dari melakukan yang sia-sia. Melainkan, memantik praktik-praktik baik secara sosial, intelektual, maupun spiritual.

“Suatu ketika Nabi Musa AS beribadah di bukit Tursina. Ia melakukan shalat, puasa, dan dzikir. Tetapi ternyata kebaikan ibadah-ibadah itu untuk dirinya sendiri,” cerita Syamsuddin.

Kemudian, lanjutnya, Allah bertanya kepada Musa, “Wahai Musa mana ibadahmu untukku?”

Musa berkata, “Ya Allah sesungguhnya aku telah melaksanakan sholat, telah berpuasa dan berdzikir. Sholatmu adalah untukmu, karena mencegahmu dari perbuatan keji dan munkar. Puasamu adalah untukmu, karena menjaga kesehatan dan melatih kesabaranmu.”

“Dzikirmu adalah untukmu, karena dapat menenteramkan hatimu. Berbagilah kepada sesama, maka ibadahmu tidak hanya bernilai bagi dirimu sendiri.”

Akhirnya dia menyimpulkan, meski berbagi tak mengenal waktu, Ramadhan menjadi momen terjadi peningkatan kesadaran berbagi.

“Ini menjadi bukti bahwa puasa Ramadhan tidak sekadar dapat dihadapi dengan kematangan kedewasaan secara biasa, tapi kematangan individual, sosial, intelektual, dan spiritual harus disiapkan secara terintegrasi sehinggal memunculkan kenikmatan dalam beribadah,” terangnya.  (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Source : https://pwmu.co/233801/03/27/bekal-menghadapi-puasa-jasmani-dan-rohani-di-bulan-ramadhan/

Categories:

Tags:

Comments are closed

March 2024
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
Hubungi Kami:
Alamat:
SMA Muhammadiyah 10 GKB
Jl. Raya Mutiara No 95 PPS

Telp./Fax: 031-99006210
Email : smamiogkb@gmail.com
  • 0
  • 0
  • 2,364
  • 4,848
  • 144,010
  • 2,577
Link Terkait





ARCHIVES
Calender
March 2024
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
Video Profil
WISUDA 1 SMAMIO

IPM SMAMIO
Peta